Hutan mangrove di Indonesia saat ini sudah mengalami kerusakan yang sangat parah. Sekitar 75% diantaranya sudah rusak akibat digerus oleh ketamakan manusia dalam ekspansinya membuat pemukiman mewah di sekitar pinggir pantai. Deforestasi yang sangat ekstrim ini membuat kawasan pinggir pantai tidak lagi memiliki pertahanan yang cukup kuat untuk menahan gelombang pasang yang tinggi. Tanpa adanya hutan mangrove, tentunya akan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi kawasan sepanjang garis pantai dan juga populasi di sekitarnya.
Seperti kita ketahui bahwa hutan mangrove memiliki fungsi utama untuk
melindungi garis pantai dari abrasi atapun erosi. Ibarat sebuah benteng
perlindungan, hutan mangrove berperan menjadi dinding kokoh yang melindungi
daratan dari serangan buas gelombang pasang. Ekspansi pemukiman besar-besaran
yang dilakukan oleh manusia sama saja membuat wilayah sekitar garis pantai kehilangan
benteng tersebut. Dan hasilnya ketika pasang tiba, air laut akan naik ke
daratan yang kemudian menyebabkan banjir rob.
Sebenarnya masih banyak lagi fungsi dari hutan mangrove seperti tempat
berkembangbiak dan habitat alami biota darat dan laut, sumber plasma nutfah dan
sumber genetika, pengolah alami bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri,
penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen. Selain itu, masyarakat yang tinggal di kawasan hutan
mangrove juga bisa mendapatkan fungsi ekonomis seperti mengolah buah dari
beberapa jenis mangrove menjadi makanan/minuman olahan, lalu menjadikan
kayu-kayunya sebagai kayu bakar, material untuk membangun rumah dan semacamnya.
Melihat kondisi hutan mangrove yang sudah terancam sekarang ini,
akhirnya KeSEMaT (Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur) yang merupakan
UKM jurusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro membuat sebuah gerakan
sukarelawan yang siap untuk turun tangan dalam melestarikan hutan mangrove yang
ada di Indonesia. Kelompok sukarelawan tersebut kemudian diberi nama KeMANGTEER
(KeSEMaT Mangrove Volunteer). Salah satunya adalah KeMANGTEERJKT.
Aksi yang dilakukan oleh KeMANGTEERJKT terbilang sudah banyak sekali, namun
ada satu kegiatan rutin yang selalu dilakukan yakni Ketapel (Kegiatan Tanam dan
Pelihara) Mangrove. Di Jakarta sendiri, kondisi hutan mangrovenya sudah
berkurang sehingga terkadang menyebabkan banjir rob di beberapa titik pemukiman
saat pasang terjadi.
Baru-baru ini, KeMANGTEERJKT bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa
Teknik Industri Trisakti mengadakan Ketapel dalam rangka Hari Bumi 2014.
Kegiatan yang dilakukan tanggal 20 April 2014 tersebut juga dihadiri oleh anak-anak
dari salah satu panti asuhan di kawasan Meruya.
Pada acara itu, terlihat dari kejauhan keceriaan anak-anak sewaktu
menanam bibit-bibit mangrove yang telah disediakan oleh panitia. Wajar saja,
kegiatan penanaman seperti ini memang belum banyak diketahui oleh masyarakat.
Bahkan jika ditanya soal mangrove yang mereka ketahui hanyalah bakau. Padahal
hutan mangrove itu sendiri terdiri dari puluhan jenis mangrove sejati dan
asosiasi. Ini adalah pekerjaan rumah yang cukup berat bagi KeMANGTEERJKT dan
regional lainnya untuk menjelaskan ke ranah publik yang lebih luas mengenai
keberagaman yang ada di ekosistem hutan mangrove.
Ke depannya, KeMANGTEERJKT memiliki agenda khusus yaitu program
Mangrove Goes To School, dimana sukarelawan regional Jakarta akan mendatangi
sekolah atau kampus untuk memperkenalkan apa itu hutan mangrove dan juga kegiatan KeMANGTEERJKT itu sendiri. Wah, semoga sukses selalu yah
teman!
Addie, 2014
No comments:
Post a Comment